Idul Fitri 1 Syawal 1431 H di Al-Zaytun mengingatkan bangsa Indonesia untuk terus menjaga persatuan dan persaudaraan dengan menghindari persengketaan.
Setiap tahun, perayaan Hari Raya Idul Fitri di Mahad Al-Zaytun, Indramayu selalu meriah dan penuh hikmah. Demikian halnya pada perayaan Idul Fitri 1 Syawal 1431 H yang bertepatan dengan 10 September 2010 M. Bahkan, perayaan kali ini bertambah meriah karena untuk pertama kalinya para santri tidak libur (mudik) ke kampung halamannya. Tapi sebaliknya, banyak wali santri yang justru merayakan Idul Fitri di kampus tersebut. Perayaan tahun ini juga menjadi istimewa karena acara halal bilhalal (maaf memaafkan) antareksponen, guru dan keluarga diadakan di musyikhoh atau rumah kediaman Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang yang baru ditempati tahun ini.
Musyikhoh yang bersebelahan dengan Masjid al-Hayat dan dipisah oleh kolam air mancur tersebut tampak asri dan anggun di antara gedung-gedung dan rimbunnya pepohonan di lingkungan Al-Zaytun. Kru Berita Indonesia yang yang turut merayakan Idul Fitri di Al-Zaytun melihat musyikhoh ini cukup representatif sebagai kediaman Syaykh al-Zaytun. Di depan pintu masuk, berkibar dua buah bendera merah putih di sisi kiri dan kanan. Sedangkan di atas pintu, terlihat foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. Demikian halnya di dalam rumah, di pelataran depan yang mirip sebuah altar, dua bendera merah putih juga terlihat terpancang dengan indah. Layaknya di sebuah instansi pemerintah, foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono juga tergantung di dinding depan. Tampaknya, hal itu menunjukkan kecintaan dan penghormatan kepada pemimpin Negara Republik Indonesia.
Sementara di dinding ruangan, terpampang pigura beberapa mantan Presiden RI seperti H. M Soeharto dan B J Habibie yang sedang bersalaman dengan Syaykh ketika berkunjung ke Al-Zaytun. Hal ini menunjukkan bahwa Syaykh sangat menghormati para mantan pemimpin negerinya.
Lebih dari hal-hal yang disebutkan itu, perayaan Idul Fitri kali ini bertambah istimewa setelah melihat banyaknya peserta ibadah sholat Ied. Lebih sepuluh ribu umat, mulai dari seluruh civitas akademik Al-Zaytun, wali santri, dan tamu mengikuti sholat id tersebut. Masjid Al-Hayat, salah satu masjid di Al-Zaytun yang menjadi tempat pelaksanaan sholat, sampai tidak mampu menampung umat. Di tangga-tangga, bahkan hingga pelataran masjid berlantai dua tersebut dipenuhi oleh jamaah. Walau begitu, sholat Ied yang diimami oleh Syaykh itu berlangsung dengan khusuk.
Khutbah yang disampaikan oleh Syaykh pun sarat memberi pencerahan bagi seluruh umat. Mengawali khutbahnya, Syaykh mengucapkan selamat Idul Fitri kepada seluruh umat Islam di seluruh Indonesia bahkan seluruh dunia. Sekaligus atas nama keluarga besar Al-Zaytun dan atas nama pribadi, menyampaikan permohonan maaf.
Pada Idul Fitri kali ini, tajuk atau thema khutbah Syaykh diarahkan untuk semangat mencari kebenaran yang terbuka, mengenai kebersamaan dan persatuan yang hakiki. Tujuan Syaykh menyampaikan tema ini untuk mengajak semuanya mendalami lebih jauh lagi tentang ajaran Ilahi, berkenaan dengan keyakinan tentang adanya mata rantai yang tidak terputus dari sejak diturunkannya ajaran itu sampai kini dan mendatang. Ajaran Ilahi yang disampaikan kepada umat manusia melalui para nabi dan rasulnya yang terhimpun dalam berbagai kitab suci, yang selanjutnya menjadi rujukan berbagai agama dan dianut oleh seluruh lapisan umat manusia pada hakekatnya satu sama lainnya memiliki satu kesatuan jiwa.
Dalam kehidupan berbangsa, menurut Syaykh, tantangan bangsa yang masih harus dihadapi belakangan ini masih terasa, seperti ekonomi yang belum dapat dikatakan maju, politik yang masih terus mencari hakekat bentuk, sosial budaya yang masih terus tertatih-tatih, serta pertahanan negara di darat, laut maupun udara yang masih belum dapat dibanggakan. Jadi, jika hal itu dikatakan masih dirasakan lemah, namun menurut Syaykh, ada satu hal yang sama sekali tidak boleh lemah, yaitu persatuan bangsa, persatuan negara.
Untuk mempertahankan Indonesia bersatu itu, maka menurut Syaykh, dengan semangat iman, masyarakat harus saling menebar kasih sayang sesama bangsa, saling menjunjung tinggi martabat masing-masing. Umat menghormati pemimpinnya dan pemerintah melindungi masyarakatnya. Jangan terjadi rakyat gelisah oleh sikap dan tindakan pemerintahnya. Jangan pula terjadi satu golongan menindas, mengintimidasi dan meneror satu golongan lainnya hanya karena perbedaan kepercayaan dan keyakinan.
Lebih lanjut dikatakan Syaykh, ajaran Ilahi-lah yang jadi akidah Islam menyimpulkan adanya Arkanul Iman (pilar-pilar iman). Pilar iman yang telah diajarkan oleh Rasulullah berdasar petunjuk Tuhan inilah yang harus didalami dan diresapi kandungan maknanya untuk dijadikan landasan persatuan, persaudaraan, sesama umat manusia, sebangsa maupun antarbangsa.
Persatuan, persaudaraan, itu artinya menghindari persengketaan. Hidup sebagai hamba Allah yang bersaudara, kiranya menghindari hasad, dengki, pertengkaran, dan segala yang jahat. Karena, kehadiran kita di muka bumi ini memang untuk mendhahirkan kasih sayang sesama umat manusia.
Lebih jelasnya, berikut kami turunkan khutbah Syaykh tersebut secara lengkap. (Persatuan, Artinya Hindari Sengketa) (Berita Indonesia 79)
Format Ideologi Ideal Gema MA
Format Ideologi Ideal Gema MAKalau Generasi Muda Mathla’ul Anwar (Gema MA) menginginkan satu format ideologi yang ideal dalam menghadapi tantangan zaman harus merujuk pada ideologi negara. Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang mengemukakan hal itu dalam acara diskusi dan sharing Musyawarah Nasional (Munas) III DPP Generasi Muda Mathla’ul Anwar (Gema-MA) di Pusat Pengembangan Pemuda Nasional (PP-PON), Cibubur, Jakarta, Jumat 25 Juni 2010.
Panitia meminta Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang untuk menjadi pembicara dalam rangkaian acara Munas tersebut. Panitia juga menetapkan tema diskusi, yakni: “Mencari Format Ideologi yang Ideal bagi Gema-MA Menghadapi Tantangan Zaman.” Oleh sebab itu, kata Syaykh kalau Gema MA menginginkan satu format ideologi yang ideal dalam menghadapi tantangan zaman, harus merujuk pada ideologi (nilai-nilai dasar) negara dimana Gema-MA berpijak di atasnya.
Syaykh menjelaskan, pengertian ideologi merupakan suatu rangkaian konsep yang dijadikan asas (dasar) dalam mencapai tujuan hidup. Sehingga dalam kehidupan berorganisasi juga diperlukan ideologi. “Karena kita hidup di sebuah negara yang menjadi tempat di mana kita berada, maka selayaknya ideologi yang kita jadikan asas di dalam berorganisasi tidak lari dari ideologi negara,” ujar Syaykh al-Zaytun.
Jadi, kata Syaykh Panji Gumilang, dapat disimpulkan format ideologi yang ideal bagi Gema-MA menghadapi tantangan zaman adalah lima asas yang dimiliki negara Indonesia. “Supaya kita tidak ragu, mari kita buka ideologi negara Indonesia. Karena sekarang ideologi negara kita menjadi ideologi terbuka, modern, tidak ada satu institusi pun yang berhak menafsirkannya secara tunggal.
Jadi, Gema-MA juga punya hak menafsirkan dan menerjemahkan nilai-nilai dasar negara Indonesia,” kata Syaykh al-Zaytun. Di dalam UUD 45 disebutkan negara Indonesia berdasar pada Ketuhanan yang Maha Esa dan seterusnya. “Jadi di dalam konstitusi, kelima dasar itu tidak punya nama, maka saya lebih cenderung menamakannya sebagai nilai-nilai dasar negara Indonesia. Saya menyimpulkan bahwa lima dasar negara ini dalam satu kata At Taqwa yang akan saya jelaskan berikutnya. Saudara boleh urun rembug. Kalau setuju boleh, tidak setuju pun itu hak saudara,” urai Syaykh al-Zaytun mengawali paparannya.
Inti uraian Syaykh al-Zaytun tersebut adalah sebagai berikut: Pesan yang terkandung dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya terdapat satu diktum kalimat yang berbunyi “Hiduplah Indonesia Raya”. Negara kita Indonesia Raya, hidup dan akan terus hidup serta tegak berdiri di atas dasar: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Bahwa nilai-nilai dasar negara Indonesia ini, sepenuhnya merupakan ajaran Ilahi, yang dapat berlaku untuk semua rakyat dan bangsa Indonesia. Nilai-nilai dasar negara ini merupakan ideologi modern, untuk masyarakat majemuk yang modern, yakni masyarakat Indonesia. Semuanya adalah manifestasi daripada taqwa.
Negara adalah sebuah wahana darma bhakti/pengabdian/ibadah. Maka pengabdian dalam sebuah negara asasnya adalah taqwa. Kalau dianalogkan, negara analoginya adalah masjid, tempat sujud (pengabdian). Maka masjid itu harus didirikan di atas asas landasan taqwa.
“Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa, sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (QS At Taubah 108)
Kemudian, negara yang merupakan wahana aktifitas dan interaksi sesama warga (bergotong royong), maka segala aktifitas dan interaksi mereka (gotong royong) harus dilakukan di atas taqwa juga.
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS Al-Maidah: 2)
Karenanya, sebagai nilai-nilai dasar yang modern, juga menjadi ideologi yang dinamis; dimana watak ideologi dinamis itu adalah terbuka. Konsekuensinya, seluruh nilai yang terkandung di dalam konstitusi (UUD) negara sepenuhnya harus berlandaskan ideologi dan nilai-nilai dasar negara tersebut. Tafsir daripada nilai-nilai dasar negara yang baku sesungguhnya adalah konstitusi atau UUD negara. Karenanya, UUD menjadi tidak relevan bahkan tidak valid bila bertentangan dengan nilai-nilai dasar negara.
Karena tafsir nilai-nilai dasar negara yang paling baku adalah konstitusi (UUD), maka jika individu, kelompok, lembaga non pemerintah maupun pemerintah yang bertindak, berlaku konstitusional, maka ia adalah penjunjung dan pengamal nilai-nilai dasar negara, harus dihormati oleh siapa pun warga bangsa ini.
Ketuhanan Yang Maha Esa Memahami substansi nilai-nilai dasar negara adalah menjadi hak dan kewajiban setiap warga negara. Tatkala memahami Ketuhanan sebagai pandangan hidup, ini maknanya: mewujudkan masyarakat yang beketuhanan, yakni masyarakat yang anggotanya dijiwai oleh semangat mencapai ridlo Tuhan/Mardlatillah, melalui perbuatan-perbuatan baik bagi sesama manusia dan kepada seluruh makhluk.
Karenanya, membangun Indonesia berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa adalah membangun masyarakat Indonesia yang memiliki jiwa maupun semangat untuk mencapai ridlo Tuhan dalam setiap perbuatan baik yang dilakukannya.
Dari sudut pandang etis keagamaan, negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa itu adalah negara yang menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
Dari dasar Ketuhanan Yang Maha Esa ini pula menyatakan bahwa suatu keharusan bagi masyarakat warga Indonesia menjadi masyarakat yang beriman kepada Tuhan, dan masyarakat yang beragama, apa pun agama dan keyakinan mereka.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Sejarah adalah wujud pengalaman manusia untuk berperadaban dan berkebudayaan, karenanya, peradaban, politik, dan kebudayaan adalah bagian dari pada kehidupan manusia.
Kemanusiaan, sangat erat hubungannya dengan ketuhanan. Ajaran Illahi menjadi tidak dapat diimplementasikan jika tidak wujud sikap kemanusiaan yang hakiki. Struktur pemerintahan tidak sepenting semangat perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab yang jauh daripada pendendam dan egoistik (ananiyah).
Demokrasi yang paling menyeluruh sekalipun akan membawa sengsara, jika rakyat tidak memiliki sikap kemanusiaan yang adil dan beradab (jujur), apapun sistem pemerintahan yang ditempuh, tanpa semangat kemanusiaan yang adil dan beradab sengsara jua ujungnya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab memerlukan kesetiaan pada diri ketika menjalani kehidupan, kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sebuah semangat dan kegigihan mengajak masyarakat agar kembali ke pangkal jalan dan membangun kembali revolusi bathin masing-masing, mendisiplinkan diri dengan baik, untuk menemukan kendali dan penguasaan diri.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah suatu kemampuan untuk menyeimbangkan antara kemakmuran lahiriyah dengan kehidupan ruhaniyah.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah semangat mempersiapkan generasi penerus yang mampu melihat lebih dari kepentingan diri sendiri serta memiliki perspektif yang jelas untuk kemajuan masyarakatnya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah pembentukan suatu kesadaran tentang keteraturan, sebagai asas kehidupan. Sebab setiap manusia mempunyai potensi untuk menjadi manusia sempurna, yakni manusia yang berperadaban. Manusia yang berperadaban tentunya lebih mudah menerima kebenaran dengan tulus, dan lebih mungkin untuk mengikuti tata cara dan pola kehidupan masyarakat yang teratur, yang mengenal hukum. Hidup dengan hukum dan peraturan adalah ciri masyarakat berperadaban dan berkebudayaan.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah semangat membangun pandangan tentang kehidupan masyarakat dan alam semesta untuk mencapai kebahagiaan dengan usaha gigih.
Kemanusiaan yang adil dan beradab menimbulkan semangat universal yang mewujudkan sikap bahwa semua bangsa dapat dan harus hidup dalam harmoni penuh toleransi dan damai. Kemanusiaan yang adil dan beradab akan menghantar kehidupan menjadi bermakna, karena dicapai dengan berbakti tanpa mementingkan diri sendiri demi kebaikan bersama.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah suatu sikap revitalisasi diri, untuk memupuk dinamisme kreatif kehidupan, yang menghantarkan seseorang menjadi selalu dinamis, selalu sensitif dan peka pada gerak perubahan dan pembaharuan.
Revitalisasi diri sebagai buah kemanusiaan yang adil dan beradab, tidak terbatas bagi pemeluk agama tertentu siapa pun dengan agama apa pun dapat melakukannya. Semakin teguh seseorang menempuh kemanusiaan yang adil dan beradab, semakin rendah hati, dan semakin teguh keyakinannya semakin murah hati pula. Dalam hal ini, misi tulen agama adalah untuk memupuk pembentukan sifat dan menggalakkan usaha menguasai diri, yakni toleran dan damai.
Persatuan Indonesia Persatuan adalah gabungan yang terdiri atas beberapa bagian yang telah bersatu. Persatuan Indonesia adalah suatu landasan hidup bangsa atau sistem, yang selalu mementingkan silaturahim, kesetiakawanan, kesetiaan, dan keberanian.
Kehadiran Indonesia dan bangsanya di muka bumi ini bukan untuk bersengketa. Indonesia wujud dan hidup untuk mewujudkan kasih sayang sesama bangsa maupun antarbangsa.
Persatuan Indonesia, bukan sebuah sikap maupun pandangan dogmatik dan sempit, namun harus menjadi upaya untuk melihat diri sendiri secara lebih objektif dengan dunia luar. Suatu upaya untuk mengimbangi kepentingan diri dengan kepentingan bangsa lain, atau dalam tataran yang lebih mendalam antara individu bangsa dan alam sejagad, yang merupakan suatu ciri yang diinginkan sebagai warga dunia.
Dalam jangka panjang, prinsip persatuan Indonesia harus menjadi asas ruhaniah suatu peraturan-peraturan dan struktur membangun satu orde antarbangsa yang adil. Persatuan Indonesia harus mampu menanamkan pemikiran terbuka dan pandangan jauh bagi bangsa Indonesia, sebab hanya mereka yang berpandangan jauh dan berpikiran terbuka yang dapat mendukung aspirasi ke arah internasionalisme maupun globalisme.
Persatuan Indonesia seperti ini, akan menghantar rakyat Indonesia memiliki kebanggaan yang tulus tentang identitas mereka sebagai warga negara maupun warga dunia. Pandangan dan sikap seperti ini tidak akan melenyapkan ciri-ciri unggul suatu bangsa, malahan akan dapat memantapkan ciri-ciri unik sebuah masyarakat bangsa, yakni masyarakat bangsa yang sadar terhadap tanggung jawab global, bersatu dalam mewujudkan persatuan universal, masing-masing menyumbangkan keistimewaannya.
Persatuan Indonesia seperti ini akan mampu menyingkirkan permusuhan internal bangsa, sebab pencapaiannya tidak melalui kekuatan militer, melainkan melalui tuntutan ilmu, dan peradaban yang membudaya dalam kehidupan masyarakat. Persatuan Indonesia yang berpegang pada prinsip bahwa kemajuan kebudayaan dapat menyamai nilai-nilai universal, sehingga dapat menjadi kekuatan yang dapat mengangkat harkat martabat rakyat untuk menjadi warga negara dan seterusnya warga dunia yang baik.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan Suatu landasan yang harus mampu menghantar kepada prinsip-prinsip republikanisme, populisme, rasionalisme, demokratisme, dan reformisme yang diperteguh oleh semangat keterbukaan, dan usaha ke arah kerakyatan universal.
Prinsip-prinsip kerakyatan seperti ini, harus menjadi cita-cita utama untuk membangkitkan bangsa Indonesia meyadari potensi mereka dalam dunia modern, yakni kerakyatan yang mampu mengendalikan diri, tabah menguasai diri, walau berada dalam kancah pergolakan hebat untuk menciptakan perubahan dan pembaharuan. Yakni kerakyatan yang selalu memberi nafas baru kepada bangsa dan negara dalam menciptakan suatu kehidupan yang penuh persaingan sehat.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan adalah kerakyatan yang dipimpin oleh pendidikan yang mumpuni. Sebab pendidikan merupakan prasyarat untuk menyatukan rohaniah. Pendidikan adalah tonggak utama makna daripada hikmah kebijaksanaan. Hikmah kebijaksanaan atau pendidikan akan mewarnai kerakyatan yang penuh harmoni, toleransi dan damai, jauh daripada sikap radikalisme apatah lagi terorisme.
Hikmah kebijaksanaan atau pendidikan, mampu menciptakan interaksi dan rangsangan interdependensi antarmanusia dalam lingkungan bangsa yang multikultural dan majemuk. Sebab manusia berpendidikan akan selalu menghormati suatu proses dalam segala hal.
Hikmah kebijaksanaan atau pendidikan menjadi pedoman kerakyatan, sebab ia merupakan cara yang paling lurus dan pasti, menuju ke arah harmoni, toleransi dan damai. Pendidikanlah yang memungkinkan kita selaku rakyat suatu bangsa dapat bersikap toleran atas wujud kemajemukan bangsa.
Hikmah kebijaksanaan menampilkan rakyat berfikir pada tahap yang lebih tinggi sebagai bangsa, dan membebaskan diri daripada belenggu pemikiran berazaskan kelompok dan aliran tertentu yang sempit.
Karenanya membangun hikmah kebijaksanaan adalah membangun pendidikan, dan itulah hakekat membangun kerakyatan yang berperadaban yang kaya akan kebudayaan, yakni kerakyatan yang terhindar dari saling curiga dan permusuhan.
Mewujudkan Suatu Keadilan Sosial Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah merupakan tujuan dari cita-cita bernegara dan berbangsa, menyangkut keilmuan, keikhlasan pemikiran, kelapangan hati, peradaban, kesejahteraan keluarga, keadilan masyarakat dan kedamaian.
Itu semua bermakna mewujudkan keadaan masyarakat yang bersatu secara organik yang setiap anggotanya mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang serta belajar hidup pada kemampuan aslinya. Dengan mewujudkan segala usaha yang berarti yang diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat, sehingga memiliki pendirian dan moral yang tegas.
Mewujudkan suatu keadilan sosial, juga berarti mewujudkan azas masyarakat yang stabil yang ditumbuhkan oleh warga masyarakat itu sendiri, mengarah pada terciptanya suatu sistem teratur yang menyeluruh melalui penyempurnaan pribadi anggota masyarakat, sehingga wujud suatu cara yang benar bagi setiap individu untuk membawa diri dan suatu cara yang benar untuk memperlakukan orang lain.
Karenanya, mewujudkan suatu keadilan harus menjadi suatu gerakan kemanusiaan yang serius, dan sungguh-sungguh dilakukan oleh rakyat, dengan metoda dan pengorganisasian yang jitu sehingga tujuan mulia ini tidak berbalik menjadi paradoks dan kontradiktif yakni menjadi gerakan pemerkosaan terhadap nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.
Ini pemaknaan dari nilai-nilai dasar negara yang kami sampaikan untuk menjadi landasan kiprah kita di dalam mencari format ideologi yang ideal bagi Gema-MA menghadapi tantangan zaman. Saudara, tantangan zaman sekarang dan ke depan itu hanya beda bentuk saja, hakikatnya sama. Maka cara menghadapinya itu dengan cara satu ideologi yang sama. Coba kita masukkan ideologi ini dengan perjuangan Mathla’ul Anwar. Demikian Syaykh al-Zaytun AS Panji Gumilang.(Al-Zaytun, 14 Rajab 1431 H, 25 Juni 2010 M) (Berita Indonesia 78)
Indonesia Cerdas dan Kuat
Pengantar: Indonesia Cerdas dan Kuat menjadi tema pokok dari rangkaian tulisan ‘Al-Zaytun Sumber Inspirasi’ dalam seri berikut ini. Tema ini ditinjau dalam beberapa aspek, baik geografis, SDA dan SDM (demografi dan pendidikan) maupun ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan-keamanan. Tentu saja merupakan kelanjutan dari tema sebelumnya, terutama Bagian Keenam tentang ideologi negara di bawah judul: Al-Zaytun dan Lima Nilai Dasar Negara.
Bagian Ketujuh ini merupakan prolog Indonesia Cerdas dan Kuat, memaparkan bagaimana Syaykh al-Zaytun AS Panji Gumilang menginspirasi setiap orang untuk memusatkan perhatian pada proses pencerdasan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi, ditinjau dari beberapa aspek tersebut di atas dengan menempatkan kebijakan perbaikan pendidikan (politik pendidikan) sebagai jalan utama.
Sebagian dari aspek-aspek ini memang sudah pernah dipaparkan dalam seri (bagian sebelumnya) tetapi dalam perspektif lain. Seperti, pada Bagian Dua (Edisi 62), ‘Toleransi Sebagai Akidah’ yang tentu sangat menyatu dengan ‘Pelangi Keberagaman’ yang akan diuraikan dalam seri berikutnya berkaitan dengan aspek sosial budaya; dan pada Bagian Tiga (Edisi 65), ‘Laboratorium Indonesia Kuat’ sangat menyatu dengan tema pokok ‘Indonesia Cerdas dan Kuat.’ Namun, pemaparan dalam konteks ‘Indonesia Cerdas dan Kuat’ kali ini lebih dipandang dari perspektif pendidikan, yang merupakan tugas dan fungsi pokok lembaga pendidikan Islam modern Al-Zaytun yang dikelola oleh Yayasan Pesantren Indonesia di bawah pimpinan Syaykh Abdussalam Panji Gumilang.
Syaykh al-Zaytun AS Panji Gumilang adalah seorang cendekia (cendekiawan) yang mengabdikan diri dalam jalur pendidikan (pemangku pendidikan). Dia seorang syaykh1 (guru besar) yang amat gigih mendorong, mewujudkan dan menginspirasi agar bangsa ini lebih cerdas dan arif dengan pengutamaan perbaikan pendidikan, supaya terwujud Indonesia yang cerdas dan kuat.
Sebagai seorang cendekia2 (cendekiawan) atau intelektual, Syaykh Panji Gumilang memiliki ketajaman berpikir secara sistematis (pemikir) dan bersikap terus-menerus meningkatkan kemampuan berpikirnya (intelektualisasi) untuk menggagas, mengkaji, menganalisis, merumuskan (solusi) suatu atau berbagai masalah dan menyumbangkannya untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat, khususnya untuk kepentingan pencerdasan bangsa.
Dalam pandangan Syaykh al-Zaytun, bangsa yang arif akan memilih jalan perbaikan pendidikan secara mutlak bagi bangsanya. Sebab bangsa yang cerdas3, terdidik atau berkecerdasan pasti akan menjadi bangsa yang kaya dan sejahtera, bangsa yang amanah dan terhormat, dan bangsa yang dapat menyumbangkan ilmu pengetahuan bagi pencerahan dunia masa depan.
Bangsa (orang) terdidik atau berkecerdasan adalah mereka yang sanggup menyukuri nikmat Tuhan yang selalu diberikan kepadanya. Yang dalam visi Syaykh al-Zaytun, itulah budaya baru Indonesia yang harus diwujudkan dan itu juga yang dia maksudkan dengan kontrabudaya. Yakni melalui pendidikan kita wujudkan: Indonesia yang Cerdas, Indonesia Toleran, Indonesia Damai, dan Indonesia Cinta Hukum.
Indonesia yang cerdas yang kita maksudkan dalam konteks ini adalah bangsa (rakyat) yang sempurna perkembangan akal budinya, tajam pikirannya dan baik budinya serta sempurna pertumbuhan tubuhnya (sehat, kuat) untuk berpikir, visioner, mengerti, bertindak, berkarya dengan etos kerja tinggi, berdisiplin dan berorientasi pada dunia ilmu pengetahuan demi kesejahteraan rakyat dan kejayaan bangsa dan negaranya.
Kecerdasan yang meliputi kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual. Kecerdasan emosional yakni kecerdasan yang berkenaan dengan hati dan kepedulian antarsesama manusia, makhluk lain dan alam sekitar; Kecerdasan intelektual yakni kecerdasan yang menuntut pemberdayaan otak, hati, jasmani dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara fungsional dengan yang lain; Kecerdasan spiritual yakni kecerdasan yang berkenaan dengan hati dan kepedulian antarsesama manusia, makhluk lain dan alam sekitar berdasarkan keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Pemahaman ini, kita maknai dari tujuan negara Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan Pembukaan UUD 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial; berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Dalam konteks ini, Al-Zaytun sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam modern namun bersemangat pesantren di bawah pimpinan Syaykh AS Panji Gumilang, tentu lebih berperan dalam tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, yang justru dipandang sebagai jalan utama menuju pencapaian tujuan-tujuan negara lainnya yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut.
Menurut Syaykh Panji Gumilang4, lemahnya pendidikan suatu bangsa akan mengakibatkan kelemahan ekonomi, politik dan persatuan bangsa itu. Kelemahan produktivitas pengetahuan suatu negara (institusi) lebih dari apapun yang lain, merupakan pangkal dari kelambanan, erosi dan krisis yang tak berkesudahan pada sosial ekonomi negara. Kita di Indonesia jelas pengeluaran untuk produktivitas pengetahuan jauh lebih rendah dari pengeluaran lain-lainnya. Syukur dalam beberapa tahun terakhir ini telah diamanatkan dalam konstitusi tentang anggaran pendidikan sebesar 20% dari keseluruhan anggaran belanja negara.
Itulah sebabnya, menurut Syaykh Panji Gumilang, sehingga dalam segala bidang produktivitas pengetahuan di Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara manapun. Akibatnya, bangsa kita juga belum mampu masuk ke dalam produktivitas pengetahuan baru, bahkan gagal sekalipun hanya untuk mengubah pengetahuan yang telah ada menjadi inovasi yang berhasil, pengetahuan yang ada tetap merupakan informasi dan bukannya menjadi pengetahuan yang produktif.
Mestinya, kata Syaykh Panji Gumilang, kita tidak usah takut menjadi modern, menjadi “terwesternisasi” dalam ekonomi, teknologi, institusi-institusi politik dan kemiliterannya asalkan kita (khususnya ummat Islam tetap menjadi muslim yang taat) dan Indonesia yang utuh.
Kemerdekaan telah mengantarkan Indonesia kepada pergaulan dan percaturan politik antarbangsa. Namun, dalam percaturan politik antarbangsa belakangan ini, Indonesia tidak banyak tampil berkesan. Hal ini menurut Syaykh Panji Gumilang, disebabkan berbagai krisis yang melanda di dalam negeri, baik ekonomi, keamanan, dan lain-lain (multidimensi). Daya saing sumber daya manusianya pun belum dapat diandalkan, memandangkan kualitas pendidikan yang dimiliki masih terus menjadi bahan diskusi. Semua itu merupakan pengalaman yang tidak mengenakkan namun harus dapat dijadikan pendorong untuk maju ke depan.
Padahal Indonesia, dilihat dari berbagai potensi yang dimilikinya, baik potensi geografis, potensi sumber daya alam (SDA) maupun potensi sumber daya manusia (SDM), sudah sepantasnya Indonesia menjadi sebuah negara besar yang berkemampuan memberi kontribusi besar dalam percaturan kehidupan dunia. Lalu kenapa Indonesia masih tergolong miskin dan terpuruk?
Ditinjau dari sudut pandang geografi5 (ilmu bumi) yang bertujuan6 untuk memperoleh pengertian yang lebih baik tentang dunia (bumi) di mana kita hidup, bahwa letak geografis Indonesia berada dalam posisi silang yang sangat strategis, yakni selain berada dalam garis khatulistiwa juga diapit dua benua (Asia-Australia dan dua samudera (Indonesia dan Pasifik).
Posisi silang ini tidak saja strategis secara fisik geografis, tetapi juga ideologis, politis, sosial-ekonomis, militer dan demografis. Syaykh AS Panji Gumilang sependapat dengan Hasnan Habib (1970)7 yang berpandangan bahwa hanya ada dua alternatif bagi bangsa yang berdiam di posisi silang seperti Indonesia, yakni: 1) harus kuat dan survive; atau 2) tenggelam dilanda oleh lalulintas yang lebih kuat. Untuk bisa kuat, Hasnan Habib lebih menekankan pada diperlukannya integrasi nasional, sementara Syaykh Panji Gumilang lebih menekankan pada perbaikan pendidikan sebagai jalan utama.
Menurut Syaykh al-Zaytun, dengan potensi ini, kita dapat meletakkan visi untuk Indonesia masa depan agar dapat bangkit, berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah di tataran dunia antarbangsa. Membangkitkan Indonesia dari keterpurukan adalah mutlak melalui perbaikan kualitas bangsa, tak ada jalan lain hanya melalui peningkatan pendidikan.
Jika lebih dipertegas, pandangan Syaykh al-Zaytun ini menekankan pada pendekatan politik pendidikan sebagai jalan utama dalam rangkaian kebijakan geopolitik dan geostrategis Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan (nusantara) atau archipelago8.
Di mana Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih kurang 17.508 pulau, dan sekitar 6.000 di antaranya merupakan pulau yang dihuni 240 juta penduduk. Luas total daratan 1.922.570 km² (daratan non-air: 1.829.570 km² dan daratan berair: 93.000 km²) dan luas lautan 3.257.483 km². Ada juga yang mencatat luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2, atau mendekati 70% dari luas keseluruhan luas negara Indonesia. Juga memiliki garis pantai terpanjang di dunia yakni 81.000 km yang merupakan 14% dari garis pantai yang ada di seluruh dunia.
Di samping itu, Indonesia sebagai negara tropis yang berada pada koordinat geografis 6°LU – 11°08’LS dan dari 95°’BT – 141°45’BT dan berlokasi sebelah tenggara Asia, di Kepulauan Melayu (Nusantara) antara Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik, hanya memiliki dua musim, yakni musim hujan dan musim kering. Juga ekosistem di laut Indonesia sangat bervariasi, yang sangat menopang kehidupan dari sekian banyak spesies di dalamnya. Di samping perut bumi (laut dan daratan) Indonesia menyimpan sumber daya alam yang amat kaya. Serta luas wilayah udara yang amat luas dan strategis.
Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan, kaya sumber daya alam dan berpenduduk 240 juta jiwa itu, menurut pandangan Syaykh al-Zaytun harus dengan cerdas dijadikan sebagai sesuatu kekuatan dalam menentukan arah kebijakan geopolitik dan geostrategi dalam visi wawasan nusantara.
Geopolitik9 yang dimaknai sebagai ilmu penyelenggaraan negara di mana setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah suatu bangsa; dan, Geostrategi yang merupakan suatu strategi memanfaatkan kondisi geografi negara dalam menentukan kebijakan, tujuan, sarana untuk mencapai tujuan nasional (pemanfaatan kondisi lingkungan dalam mewujudkan tujuan politik); serta Wawasan Nusantara yang merupakan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide nasionalnya yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945, sebagai aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat dan bermartabat serta menjiwai tata hidup dan tindak kebijaksanaannya dalam mencapai tujuan nasional.
Oleh Syaykh al-Zaytun, ketiga hal itu (geopolitik, geostrategis dan wawasan Nusantara) harus diperkuat dengan pengutamaan pencerdasan bangsa melalui pendidikan. Sehingga semakin banyak orang (warga negara) yang memiliki kecerdasan dalam memahami, menyikapi dan menjalankannya.
Geopolitik dan geostrategi Indonesia yang dilandasi perbaikan pendidikan sebagai jalan utama akan mencerdaskan setiap warga bangsa dalam cara memandang, cara memahami, cara menghayati, cara bertindak, berfikir dan bertingkah laku dalam berbagai aspek (geografis, SDA dan SDM, ideologi, politik, sosial-ekonomi dan pertahanan keamanan) dan bermuara kepada Indonesia yang cerdas dan kuat atau ketahanan nasional yang cerdas dan kuat.
Secara khusus, Syaykh Panji Gumilang memberi perhatian serius pada sumber daya manusia (insani) yang berjumlah sekitar 240 juta jiwa (perkiraan Sensus Penduduk 2010). Dalam pengamatannya, jumlah sumber daya insani yang harus mendapatkan perhatian serius ternyata sangat signifikan jumlahnya, yakni mencapai hampir 65% (Persentase pembagian umur (sensus 1990): 0-14=36,6%; 15-29=28,3%; 30-44= 18,1%; 45 -59= 10,6%; 60-74=5,2%; >75= 1,1%).
Menurutnya, jika Indonesia gagal menata generasi angkatan pertama dan dua ini (0-14 tahun dan 15-29 tahun), sudah barang pasti 20 tahun mendatang nasib bangsa Indonesia tidak dapat dibayangkan betapa nistanya di pergaulan antarbangsa, atau mungkin Indonesia hanya akan menjadi kenangan. Namun jika pendidikannya ditangani secara tepat dan serius, maka kegemilangan Indonesia akan menjadi kenyataan.
Visi Kontra Budaya Syaykh al-Zaytun berpendirian teguh bahwa melalui pendidikan yang benar dan tepat, budaya baru Indonesia dapat ditumbuhkan. Dia berpandangan bahwa budaya Indonesia hari ini, cenderung tidak dapat bersatu, tidak mempunyai etos kerja yang tinggi, tidak mandiri dalam membangun diri, kurang berorientasi pada ilmu pengetahuan, sumber daya tenaga kerja lemah dan rendah, tidak produktif, dan sebagainya. Semuanya itu merupakan indikator kemunduran kualitas bangsa (umat). Karenanya, menurut Syaykh, harus diciptakan kontra budaya, dan sekali lagi jalan satu-satunya adalah pendidikan.
Bangsa Indonesia harus sanggup menyisihkan segala yang dimiliki untuk mendidik bangsa. Memang terasa aneh, berbangsa dan bernegara kok hanya berbicara pendidikan. Bagi kelompok yang berpikir instan, memang hal itu merupakan keanehan, namun bagi bangsa yang berpikir kebaikan masa depan bangsanya yang hari ini sedang sengsara dilanda keterpurukan, maka perkara itu bukan merupakan hal yang aneh.
Bangsa yang arif, menurutnya, akan memilih jalan perbaikan pendidikan secara mutlak bagi bangsanya, sekalipun hasil yang akan diraihnya menunggu waktu yang sangat lama. Namun bila dilaksanakan dengan tekun dan penuh kesabaran, hasil yang diidam-idamkan, yakni kesejahteraan dan perubahan budaya dari budaya negatif menjadi budaya positif sudah pasti akan dirasakan. Masa 20 tahun memang panjang, namun masa menunggu perubahan budaya yang diakibatkan perbaikan pendidikan akan dapat dirasakan walau sebelum 20 tahun.
Dia berkeyakinan, kelak jika pendidikan dibangun dengan serius, budaya bangsa Indonesia akan menjadi cinta kesatuan dan persatuan karena manusia terdidik yang baik akan mendahulukan urusan kebersamaan (kekitaan) dari pada urusan pribadi dan golongannya. Manusia terdidik dengan baik akan bersikap mendahulukan kepentingan bangsa dan negaranya. Bangsa yang terdidik individu-individunya akan mempunyai etos kerja yang tinggi, karena semua yang mereka lakukan berdasar kalkulasi riil. Bangsa yang terdidik dengan baik akan menjadi bangsa yang mandiri.
Kemandirian, selalu mendapat penekanan khusus dari Syaykh al-Zaytun. Tidak hanya dalam kata atau tausiyah, tetapi dalam praktek pengelolaan Al-Zaytun. Dia juga selalu merasa prihatin tatkala melihat kebijakan yang diambil pemerintah yang sampai hari ini masih sangat gemar dan bangga mengandalkan utang. Dia tidak mempersoalkan apakah kegemaran dan kebanggaan berutang itu sebagai jalan ekonomi neoliberal atau tidak. Yang dia prihatinkan adalah kecerdasan bangsa ini, mulai dari pemimpin sampai rakyat paling jelata, yang lebih suka mengambil jalan pintas, instan.
Itulah sebabnya, pendiriannya amat teguh bahwa jalan utama untuk kebangkitan bangsa ini adalah perbaikan pendidikan. Dia berkeyakinan, jika bangsa ini semakin cerdas, maka tatkala mereka berkepentingan dengan bangsa lain, mereka akan mampu merumuskan dengan produk yang mereka hasilkan dan bukan mengandalkan utang, karena sesungguhnya kehidupan ini saling ketergantungan.
Menurut Syaykh al-Zaytun, Bangsa yang terdidik dengan baik, akan dapat: Pertama, menyumbangkan ilmu pengetahuan bagi pencerahan dunia masa depan, bersama-sama bangsa-bangsa dunia lainnya, sehingga mampu berinteraksi ilmu pengetahuan dan teknologi di tataran antarbangsa; Kedua, mempunyai tenaga kerja yang kuat dan produktif, karena lapisan dasar tenaga kerjanya terdiri dari sumber daya yang pengetahuannya sesuai dengan pekerjaannya;
Ketiga, akan menjadi bangsa yang amanah dan terhormat sehingga tanpa diminta, bangsa lain akan menghormatinya, dan mereka akan berhitung seribu kali jika akan mengambil kebijakan yang tidak tepat kepadanya, apalagi menghinanya; Keempat, akan menjadi bangsa yang kaya dan sejahtera, karena mereka sanggup mensyukuri nikmat Tuhan yang selalu diberikan kepadanya.
Keempat hal itulah, budaya baru Indonesia yang harus diwujudkan dan itu juga yang dia maksudkan dengan kontrabudaya itu: Indonesia Cerdas, Indonesia Toleran, Indonesia Damai, dan Indonesia yang Cinta Hukum.
Jika seperti itu kontrabudaya yang kita ciptakan melalui budaya baru Indonesia, maka menurut Syaykh Panji Gumilang, kebangkitan dunia Islam melalui dan dimulai dari Indonesia (kata banyak orang) bukan merupakan hal yang mustahil. Oleh karenanya, dia selalu mengajak seluruh civitas akademik Al-Zaytun dan para sahabatnya, sebagai sebagian kecil dari bangsa Indonesia harus memulai ke arah itu. Dia mengajak dan menginspirasi semua orang supaya mengatakan dengan bahasa lisan, mulai melangkah membangun dan merealisasikan visi budaya baru Indonesia (kontrabudaya).
Syaykh al-Zaytun bersama seluruh komponen Al-Zaytun yang berlokasi di desa yang jauh dari keramaian, telah terbukti mengubah suatu paradigma bahwa: “hanya kotalah yang mampu mewujudkan fasilitas pendidikan yang memadai.” Ternyata desa jika ditata dan di-manage dengan amanah dan jujur perkembangannya jauh lebih cepat dari pada kota yang tidak berbudaya.
Maka dalam hal kebijakan dan anggaran pendidikan nasional, Syaykh al-Zaytun berpandangan agar jangan dibedakan antara pendidikan di kota maupun di desa, serta anggaran untuk sekolah negeri atau swasta.
Kadang-kadang pengamat mengatakan bahwa antara daerah dan kota itu mesti dibedakan. “Itulah yang mesti tidak ada beda, tidak boleh,” tegasnya. Menurutnya, membedakan daerah yang terpencil dengan daerah kota, itu bahaya. Mestinya yang terpencil itulah yang diberi suatu tekanan atau aksentuasi, baik pendekatan maupun sarana dan lain-lain sebagainya. Jadi rasanya tidak arif kalau harus dibedakan. Al-Zaytun yang berada di desa, paling jauh dari kota, paling sepi, paling hutan, paling tidak ada jalan, telah terbukti menjembatani antara perbedaan kualitas pendidikan di desa dan di kota.
Begitu pula mengenai sekolah negeri dengan sekolah swasta, tidak perlu ada pembatasan. Amanat Undang-Undang Dasar negara mengenai anggaran belanja negara bidang pendidikan 20 persen, tidak pakai dibatasi negeri dan swasta. Mestinya semuanya ini harus berimbang. Swasta, yang didirikan tanpa dana pemerintah itu malah harus dipandang sebagai menguntungkan negara. “Maka dalam penggunaan anggaran negara yang 20 persen tadi mestinya tidak pakai dibatasi swasta maupun negara,” kata Syaykh Panji Gumilang dalam wawancara dengan TokohIndonesia.com dan Majalah Berita Indonesia.
Syaykh al-Zaytun juga tidak sepaham dengan penggunaan istilah pendidikan gratis. Menurutnya, jangan dikatakan pendidikan gratis. Tapi pendidikan yang dibiayai oleh pemerintah sepenuhnya. Namun yang terpenting adalah bagaimana kebijakan membangun pendidikan yang baik dan modern. Apakah itu di desa maupun di kota, dilaksanakan oleh negara maupun swasta, tidak dibiayai negara maupun dibiayai sepenuhnya oleh negara.
Pendidikan Modern Membangun pendidikan yang baik, menurut Syaykh Panji Gumilang, berarti mendidik berorientasi masa kini dan masa depan. Itu pula yang dinamakan modern. Karenanya pendidikan modern tidak dapat difasilitasi dengan fasilitas yang tidak mempunyai nilai kekinian. Fasilitas modern bukan terbatas hanya dalam bidang fisik, namun segala yang memenuhi persyaratan modern.
Dalam pandangan Syaykh al-Zaytun, pendidikan modern bermakna 1) visioner, 2) berprogram jelas, 3) berorientasi ilmu pengetahuan, 4) berdisiplin dan 5) etos kerja. Pertama, visioner. Karenanya visi pendidikan mesti diarahkan kepada kebangkitan Indonesia yang dapat berdiri sama tinggi duduk sama rendah di tataran antarbangsa.
Kedua, program jelas. Program pencapaian pendidikan Indonesia harus diarahkan membangkitkan bangsa Indonesia menjadi setara dengan bangsa-bangsa lain dalam segala bidang dan aspek kemajuan dan perkembangan bangsa-bangsa menjadi bangsa yang arah berpikirnya berwawasan antarbangsa.
Ketiga, berorientasi pada dunia ilmu pengetahuan dan perkembangannya. Sebab budaya Indonesia ke depan adalah ditentukan oleh hasil pendidikan yang berorientasi ilmu pengetahuan yang tak kunjung henti, ilmu pengetahuan yang tidak pernah kenal titik berhenti.
Keempat, disiplin. Pendidikan modern harus mempunyai sarana disiplin. Dalam kehidupan modern, disiplin merupakan sesuatu yang mesti diwujudkan. Disiplin bukan milik kalangan militer atau sipil, semua bangsa modern pasti konsisten dengan disiplin. Bangsa akan hancur jika disiplin disepelekan dalam kehidupan kesehariannya.
Disiplin inilah yang akan mengantarkan suatu bangsa akan kenal prosedur hidup bermasyarakat dan berbangsa. Disiplin pula yang akan membawa bangsa akan mencintai kehidupan bertata hukum yang rapi. Masyarakat atau bangsa yang berdisiplin sebagai cermin masyarakat yang dapat menghormati hukum dan menegakkannya dalam tatanan hidup kesehariaannya, baik untuk dirinya maupun masyarakat dan negaranya.
Kelima, etos kerja. Dalam kehidupan pendidikan modern, diperlukan sarana yang dapat membawa kepada tingkatan hidup yang mengarah kepada etos kerja yang tinggi. Tanda masyarakat modern adalah mempunyai etos kerja tinggi dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.
Karenanya, menurut Syaykh al-Zaytun, semua sarana yang diperlukan untuk menunjang kehidupan pendidikan modern seperti itu harus kita adakan jika kita menginginkan Indonesia menjadi bangsa yang maju dan modern di masa kini dan mendatang.
Dia berkeyakinan tatkala bangsa Indonesia sudah memasuki era pendidikan modern seperti yang telah diuraikan tadi, tentu: 1) Bangsa Indonesia akan tampil dengan gagah, bangga menjadi bangsa Indonesia dengan kebanggaan yang beralasan. Bangsa Indonesia akan menjadi cinta persatuan dan kesatuan, sebab pikirannya sudah menjadi cerdas, wawasannya menerobos cakrawala yang tak terbatas oleh kekangan-kekangan tetek-bengek yang mematikan makna persatuan dan kesatuan bangsa.
2) Bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang sanggup hidup berdampingan dengan sesama bangsanya dan bangsa-bangsa dunia lainnya. Solidaritasnya tak terbatas hanya oleh kepicikan isme-isme dan madzhab-madzhab yang membelenggu kehidupan. 3) Bangsa Indonesia yang terdidik ini akan menjadi bangsa yang sanggup berkorban demi kemajuan bangsa dan umat manusia secara keseluruhan.
Tentang pengorbanan, bangsa di dunia mana pun pada taraf kehidupan apa pun, di negara maju pun, mereka masih tetap dituntut untuk mempunyai jiwa pengorbanan yang tinggi terhadap perjuangannya.
Maka dalam kesempatan mengisi dan memaknai perjalanan abad kebangkitan ini, Syaykh mengajak semua warga bangsa yang sadar akan hakikat masa depan dunia Islam, untuk terus mengasah jiwa kesadaran terhadap makna pengorbanan itu di tengah-tengah keadaan yang serba terbatas, serta memberanikan diri untuk tampil menata kehidupan pendidikan bangsa dan umat.
Menurutnya, ini adalah manifestasi dan bentuk sebuah pengorbanan. Pengorbanan yang takkan berbatas dengan suatu titik pencapaian. Dia memberi contoh, dengan izin Allah SWT, Al-Zaytun telah dapat menyelesaikan proyek pembangunan pendidikan di suatu tempat, maka akan melangkah ke berbagai tempat sesuai dengan program yang telah ditentukan bersama.
Dia pun mengajak semua komponen bangsa, khususnya ummat Islam, bertanya kepada diri masing-masing. Sudah lelahkah kita untuk berkorban demi kejayaan dan kebangkitan pendidikan dan kemajuan dunia Islam dan kemajuan bangsa? Bila kita tidak merasa lelah apa yang dapat kita buktikan untuk itu semua? Bangsa yang selalu siap dengan pengorbanan, itu tandanya bahwa umur bangsa ini akan menjadi panjang dan tak terbatas.
Selanjutnya kepada umat Islam bangsa Indonesia dan segenap warga bangsa lainnya, Syaykh al-Zaytun bertanya: Sanggupkah kita dengan segala daya dan upaya kita berperan aktif membangun bangsa Indonesia, demi kejayaan dan kegemilangan masa depan? Sanggupkah kita mendanai tanpa utang luar negeri untuk program pembangunan pendidikan bangsa dan umat?
Syaykh Panji Gumilang berharap baiklah ini menjadi statement dan pernyataan serta program yang harus kita lakukan secara konsekuen. Semoga kita dapat mengabdikan diri demi kebangkitan kembali bangsa dari keterpurukan, dan semoga dengan tekad dan kesanggupan kita untuk berbuat ini Allah SWT melapangkan segala cita-cita kebangkitan bangsa Indonesia, kebangkitan umat, dan kebangkitan dunia baru Islam yang penuh toleransi dan perdamaian yang dapat dirasakan oleh segala lapisan umat manusia tanpa kecuali. Indonesia yang cerdas dan kuat. Oleh Ch. Robin Simanullang (Bersambung) (Berita Indonesia 77)
1.Syaykh (Syekh) adalah gelar kehormatan bagi tetua, pemimpin, ulama besar dan guru besar yang alim, arif-bijaksana, berwawasan luas dan mumpuni dalam bidangnya. Kini dalam dunia akademik, sebutan Syaykh (Syekh) juga digunakan untuk rektor atau guru besar, seperti Syekh al Jami ’al Azhar (Rektor Universitas al Azhar) di Kairo, Mesir. Seperti halnya lembaga pendidikan Islam Al-Zaytun, menyebut Syaykh bagi pemimpinnya, Syaykh al-Zaytun.
Kata Syaykh, dan varian lainnya Syaikh, Shaikh, Syekh, Sheikh, Sheyh, Šeih, Šejh, Seyh dan shuyûkh adalah berasal dari kata atau istilah kehormatan dalam bahasa Arab yang secara harfiah berarti ‘tetua’, seorang penatua atau orang tua yang dihormati. Hal ini umumnya digunakan untuk menunjuk seorang tetua dari suku, seorang bijaksana yang dihormati, atau sarjana Islam. Meskipun sebutan ini umumnya mengacu pada seorang laki-laki, namun dalam jumlah yang sangat kecil syaykh perempuan juga ada dalam sejarah, lazim juga disebut syaykah. Syaykh juga dipakai sebagai panggilan kehormatan untuk seorang pemimpin atau yang mulia, terutama di Semenanjung Arab sebagai pemimpin suku tradisional. (http://en.wikipedia.org/wiki/Sheikh dan http://www.knowledgerush.com/kr/encyclopedia/Shaikh/ dan Ensiklopedi Islam).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, Pusat Bahasa Depdiknas (2008) kata Syaikh, Syekh diartikan sebagai 1) kata sapaan kepada orang Arab (terutama orang Arab keturunan sahabat Nabi); 2) kata sapaan kepada orang Arab yang berasal dari Hadramaut; 3) ulama besar: syekh jemaah, mualim (pemimpin) orang-orang yang naik haji.
2.Cendekia berasal dari kata Chanakya (Sansekerta), nama seorang penasihat dan perdana menteri pertama di Kekaisaran Maurya (340-293 SM) yang didirikan Chandragupta. Di dunia Barat, Chanakya disebut sebagai The India Machiavelli meskipun karya-karya Chanakya jauh lebih awal (sekitar 1.800 tahun) mendahului Machiavelli. Chanakya, seorang arsitek kepala yang karena keahlian dan kecerdasannya naik ke puncak kekuasaan dan telah dianggap sebagai pelopor bidang ekonomi dan ilmu politik. (Kulke, Hermann; Rothermund, Dietmar (1998) [1986]. A History of India (Third Edition). London: Routledge, ISBN 0-415-15481-2, p. 59)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Cetakan Pertama, 2008, C, hlm.258, cendekia, diartikan 1) tajam pikiran, lekas mengerti (kalau diberitahu tentang sesuatu), cerdas, pandai; 2) cepat mengerti situasi dan pandai mencari jalan keluar (pandai menggunakan kesempatan), cerdik; 3) terpelajar, cerdik pandai, cerdik cendekia, kaum cerdik. Sedangkan orang cerdik pandai, disebut cendekiawan. Cendekiawan juga diartikan 1) orang intelek; 2) Orang yang memiliki sikap hidup yang terus-menerus meningkatkan kemampuan berpikirnya untuk dapat mengetahui atau memahami sesuatu.
3.Cerdas, berarti: 1) sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti dan sebagainya); tajam pikiran: sekolah bertujuan mendidik anak-anak agar menjadi orang yang cerdas lagi baik budi; 2) sempurna pertumbuhan tubuhnya (sehat, kuat).
4.Syaykh al-Zaytun Dr. Abdussalam Rasydi Panji Gumilang. Pidato Penganugerahan Doctor Of Management in Education and Human Resources Development dari International Management Centres Association (IMCA) Buckingham, United Kingdom & Revans University, The University of Action Learning at Boulder Colorado, United States of America, hari Sabtu, 24 Mei 2003 M – 23 Rabi’ al-Awwal 1424 H.
5.Geografi adalah ilmu tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi. Kata geografi berasal dari Bahasa Yunani yaitu gê (bumi) dan graphein (menulis atau menjelaskan). Geografi juga merupakan nama judul buku terkenal dan bersejarah yakni Geographia tulisan Klaudios Ptolemaios, pada abad kedua.
6.George B. Cressey, seorang ahli ilmu bumi kenamaan berpendapat bahwa tugas pokok geografi adalah untuk mengumpulkan keterangan (data) dari berbagai sumber yang terpencar-pencar untuk kemudian dirangkaikan menjadi satu kelompok keterangan yang secara khusus bertujuan untuk memberikan pengertian tentang sesuatu wilayah tertentu. (George B. Cressey: Asia’s Land and Peoples, McGraw-Hill Book Company, Inc., New York, 1944-1945, hlm.34-35)
7.Hasnan Habib, Wawasan Nusantara dan Hubungannya dengan Ketahanan Nasional, 1970, Bunga Rampai Ketahanan Nasional, Himpunan Lemhannas, 1980, hlm.101.
8.Archipelago, negara kepulauan, adalah sebuah rantaian atau sekelompok pulau yang terbentuk secara tektonik. Kata archipelago berasal dari Yunani arkhi, berarti kepala dan pelagos berarti laut. Di Italia, mengikuti tradisi kuno, archipelago mengacu pada Laut Aegean, yang kemudian penggunaan bergeser pada Kepulauan Aegean. Sekarang istilah archipelago umumnya digunakan untuk kelompok pulau yang dikelilingi laut atau laut yang di dalamnya terdapat sejumlah pulau, seperti Laut Aegea.
9.Geopolitik secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yakni kata geo yang berarti bumi yang menjadi wilayah hidup; dan polis yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri atau negara; dan teia yang berarti urusan (politik) bermakna kepentingan umum warga negara suatu bangsa.
Sumber..>>:www.beritaindonesia.co.id