Oleh: cahayapelangi | Juli 22, 2011

Meretas Perdamaian Umat Beragama

HKBP Tebet Nikmati Damai di Al-Zaytun

Pendeta Resort HKBP Tebet, Paresman Hutahaean, dan rombongan, sungguh merasa damai saat berkunjung ke Al-Zaytun. Di kampus lembaga pendidikan bersemangat pesantren tetapi bersistem modern itu, mereka menikmati toleransi dan perdamaian hakiki, bukan sekadar formalitas.

 

Syaikh Al-Zaytun dan Umi Farida Al-Widad (tengah) diapit oleh Pdt Paresman Hutahean dan Pdt DR SM Siahaan serta Pdt Very Siregar dan rombongan HKBP Tebet.

 

Pengakuan itu diutarakan oleh Pendeta Paresman Hutahaean setelah mengunjungi Al-Zaytun, Indramayu, Rabu, 3 Februari 2009. Setelah melihat Al-Zaytun secara langsung, Pendeta Resort Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Tebet, Jakarta, itu mengaku sangat terkesan dengan Al-Zaytun. Dengan melihat Al-Zaytun, dia mengaku jadi merasa damai, menikmati damai. Karena, selama jadi pendeta di pulau Jawa, dia sebelumnya selalu merasa takut dan kuatir.

 

Dia sebelumnya selalu ragu jika hendak menjumpai umat muslim, karena menurut perasaannya, selama ini beberapa umat muslim sering kali menunjukkan ketidaksukaan pada umat Kristen. “Apalagi kalau diketahuinya kita itu seorang pendeta. Tampaknya mereka kurang segar kalau ketemu dengan kita,” katanya.

 

Pendeta Hutahaean yang selama lebih enam tahun sebelumnya melayani di HKBP Rawamangun, Jakarta Timur, kepada Berita Indonesia mengaku dengan sambutan persaudaraan yang diterimanya di Al-Zaytun, dia menikmati damai sejahtera. Sekaligus membangkitkan keyakinan dalam dirinya bahwa masih banyak ummat Muslim yang mencintai umat Kristen di negeri ini, masih ada orang-orang yang bisa saling mengerti dan memahami dalam semangat toleransi yang jujur dan ikhlas. “Dengan ini, mudah-mudahanlah ada bibit-bibit yang baik untuk terang di kemudian hari,” harapnya.

 

Pendeta Hutahaean menyatakan bahwa Pesantren Al-Zaytun ternyata sangat bersahabat. Jauh dari apa yang ada dalam bayangnya sebelumnya, yakni sebuah nuansa pesantren biasa dengan sarungnya, serban, celana yang setengah tanggung, jambang panjang dan sebagainya.

 

Syaikh Al-Zaytun dan Umi Farida saat diulosi.

 

Keramahtamahan para eksponen Al-Zaytun sendiri, menurut Hutahaean, sangat luar biasa. “Saya pikir orang Kristen saja banyak yang tidak begitu ramah. Di sini, naik tangga saja kita dibimbing, turun tangga pun kita dikasih tahu,” katanya.

 

Setelah mengunjungi Al-Zaytun, Hutahaean meyakini telah mendapat bibit-bibit persaudaraan dan persahabatan hakiki. “Mungkin inilah bibit-bibit persaudaraan yang tidak bisa dilupakan. Umur saya sekarang sudah 63 tahun. Ya mungkin, di umur saya yang saat ini, saya melihat ada bibit-bibit yang indah di negara kita ini. Semoga ada Al-Zaytun-Al-Zaytun yang lain di berbagai tempat di negeri ini. Untuk bisa menyatukan kita di negara ini. Untuk bisa sama-sama hidup dan sama-sama bersukacita di negara ini,” katanya.

 Tiga orang pendeta, tiga orang penatua, dan tiga jemaat HKBP Tebet berdo’a bersama di Masjid Rahmatan Lil ‘Alamin Al-Zaytun Indramayu, untuk perdamaian manusia.

 

Pada saat bertemu dengan Syaykh al-Zaytun AS Panji Gumilang, pendeta Resort HKBP Tebet ini mengungkapkan rasa haru saat mendapat ucapan selamat Hari Natal dari Al-Zaytun pada tanggal 23 Desember 2009 lalu. Ketika mendapat kartu Natal tersebut, dia mengaku sangat terkejut dan haru, karena baru sekali itu menerima ucapan selamat Natal dari sebuah pesantren.

 

Mendapat ucapan selamat demikian istimewa, lalu pada kebaktian malam Natal tanggal 24 Desember 2009, dia pun membacakan ucapan selamat Natal itu dari podium. ‘‘Waktu saya berkhotbah pada malam Natal yang dihadiri sangat banyak jemaat, saya baca langsung kartu ucapan selamat Natal itu dari atas mimbar, karena hal itu ditujukan untuk semua umat Kristen, “ akunya.

 Dengan ucapan Natal itu, dia mengaku hatinya sangat bersuka cita. “Karena selama ini, mulai dari tahun 2004, kalau saya tidak lupa, pada malam Natal itu sering kali kami was-was, jantungan. Apa nanti yang akan terjadi?” ungkapnya.

 Dengan kedatangan kartu Natal itu, perayaan Natal 2009 itu pun, sungguh dirasakannya berbeda dengan perayaan tahun-tahun sebelumnya. Dia mengaku hatinya begitu damai. Sebab, pada tahun-tahun sebelumnya, dia dan umat Kristen lainnya kadang dibayang-bayangi rasa takut akan adanya teror bom dan lainnya.

 “Pada tahun 2005, misalnya, ada selebaran gelap yang menyebut Natal berdarah. “Kami merasa terancam semua. Tapi Natal 2009 ini, kok lain. Ada datang ucapan selamat Natal dari pimpinan pesantren. Itu sangat luar biasa bagi saya sendiri. Dan di hati saya, ada damai saat itu,” kata Hutahaean jujur.

 

Menikmati buah dari toleransi yang ditanamkan Al-Zaytun itu, Pendeta Hutahaean pun sangat mengharapkan adanya Al-Zaytun-Al-Zaytun yang lain lagi di berbagai tempat. “Itulah, kami sangat bergembira. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, apakah ada Zaytun-Zaytun di tempat lain. Apakah cuma di sini saja. Karena kami sangat merindukan untuk hidup rukun bertetangga. Baik rumah, gereja, masjid dan sebagainya. Kami sangat merindukan. Itulah yang sangat kami (orang-orang Kristen) rindukan sebenarnya. Karena sampai saat ini kami seolah-olah was-was di negara ini. Apakah kami warga negara kelas dua? Itu yang sering kami renungkan,” ungkapnya saat menyampaikan ucapan terimakasih atas sambutan Syaykh Panji Gumilang bersama eksponen Al-Zaytun lainnya.

 

Ramah tamah rombongan HKBP Tebet dengan Syaikh Al-Zaytun serta eksponen lainnya di hotel Al-Islah Al-Zaytun.

 

Ditanya tentang pandangannya tentang toleransi beragama di Indonesia ke depan pasca kunjungannya ke Al-Zaytun, Pendeta Hutahaean mengatakan paling tidak sudah tumbuh pengharapan. Melihat banyaknya pelajar Al-Zaytun, Pendeta Hutahaean yakin setelah pendidikan mereka selesai, mereka akan tersebar ke seluruh Indonesia. Mereka pun akan berbicara (memberi contoh) nilai-nilai toleransi di lingkungannya masing-masing. “Ada sepuluh ribu siswanya sekarang, selesai kuliah, mereka ini, saya yakin akan menyebarkan bibit-bibit perdamaian dan toleransi,” katanya.

 Hutahaean sendiri berjanji akan terus mengkhotbahkan (memberitakan) ini kepada jemaatnya. Jadi menurutnya, pasti ada pengharapan yang lebih baik.

 Mengenai pendidikan di Al-Zaytun, Hutahaean juga berpendapat model dan program pendidikan Al-Zaytun itu luar biasa, termasuk kelengkapannya. ‘‘Memang sudah matang perencanaannya. Karena, semua sudah lengkap, semua kebutuhan siswanya disiapkan. Sampai-sampai cuci kain sudah pakai alat elektronik termodern. Waduh, luar biasa itu. Saya pikir HKBP masih jauh, belum bisa bikin begitu,’’ ungkapnya jujur.

 

Pendeta Paresman Hutahaean sebagai Pendeta Resort HKBP Tebet, berkunjung ke Al-Zaytun, Rabu 3 Februari 2010, bersama rombongan yakni Pendeta Tumbur Very Siregar, STh sebagai pendeta huria (gembala sidang) HKBP Tebet, Sintua O. Hutabarat, Sintua Kastina Simarmata boru Damanik, Sintua Sukartini Tri Rahayu Marpaung boru Matondang, Ny. Nely Hutasoit boru Siregar, Ny. Dahlia Silitonga boru Tobing, Ny. Pita Uli Hutabarat boru Tobing, serta didampingi Pendeta Dr. Sountilon M. Siahaan, mantan Sekjen HKBP dan Rektor STT HKBP Nommensen, yang saat ini menjadi anggota jemaat HKBP Tebet. Pendeta Dr. Sountilon M. Siahaan, dalam enam bulan terakhir aktif mengajar Bahasa Ibrani di Al-Zaytun.

 

Kado yang Indah

Setelah menerima kado yang indah dari Al-Zaytun berupa kartu Natal pada Natal 2009 lalu, juga sambutan hangat penuh damai dan kebersamaan. Dalam kunjungannya ke Al-Zaytun, rombongan HKBP Tebet juga memberikan kado sederhana namun cukup bermakna, yakni ulos dan persembahan nyanyian.

 Rombongan dari gereja etnis Batak ini menyerahkan ulos tanda kasih dan penghormatan dari pendeta dan majelis HKBP Tebet kepada Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang dan umi Farida Al-Widad. ‘‘Kami tidak membawa apa-apa. Kami datang ke sini hanya dengan sukacita. Tapi walaupun demikian, ada penghormatan menurut budaya Batak. Kami sampaikan ulos sebagai simbol (tanda) kasih, penghargaan dan pengharapan kami kepada bapak dan ibu,” kata Pendeta Hutahaean.

 

“Ini adalah penghormatan adat tertinggi bagi orang Batak, tanda kasih. Semoga panjang umur. Tuhan yang melindungi. Dengan ulos ini kami mengatakan, kami cinta dengan pesantren ini. Semua dengan pengasuh-pengasuh yang ada di sini. Apalagi dengan Bapak sebagai pemimpin bersama Ibu. Semoga Tuhan melindungi, panjang umur Bapak dan Ibu, juga dengan semua saudara-saudara kami yang ada di sini,” kata Pendeta Hutahaean seraya menguloskan ulos tersebut kepada Syaykh Panji Gumilang dan Ibu. Ulos itu bertuliskan ‘Semoga Persaudaraan Kita Dikekalkan oleh Allah Menuju Indonesia yang Penuh Toleransi dan Perdamaian. Puji Tuhan’.

 

Kemudian, empat orang ibu yang ikut dalam rombongan HKBP Tebet tersebut juga mempersembahkan nyanyian ucapan syukur kepada Sang Khalik. “Jadi, kami mau berbicara semua, tapi dengan satu bicaranya, dengan nyanyian. Kita mengucap syukur boleh sampai ke tempat ini dengan selamat dan boleh bersukacita melihat semua apa yang terjadi di tengah-tengah tempat ini. Kami akan menyanyikan Syukur pada-Mu ya Tuhan,” kata Ibu boru Tobing mengawali nyanyian mereka.

 

Syukur pada-Mu ya Allah atas segala rahmat-Mu.

Syukur atas kecukupan dari kasih-Mu penuh

Syukur atas pekerjaan walau tubuhpun lemah

Syukur atas kasih sayang dari sanak dan teman.

Syukur pada keluarga penuh kasih yang mesra.

Syukur atas perlindungan yang memberi sejahtera

Syukur atas kekuatan kala duka dan kesal

Syukur atas pengharapan kini dan selamanya.

 

Demikian syair lagu yang dinyanyikan ibu-ibu tersebut yang disambut meriah oleh seluruh hadirin.

 

Syaykh Al-Zaytun, Pemimpin yang Dipilih Tuhan

 

Syaikh Al-Zaytun berdiri menyambut rombongan HKBP Tebet sekaligus memperkenalkan eksponen Al-Zaytun yang mendampinginya.

 

Setelah rombongan HKBP Tebet berkeliling meninjau berbagai fasilitas infrastruktur serta sistem tata kelola pembelajaran, ekonomi dan lingkungan hidup di Al-Zaytun, kekaguman tertinggi akhirnya termuarakan kepada Syaykh AS Panji Gumilang yang diapresiasi sebagai pemimpin yang telah dipilih Tuhan.

 

Ketika acara temu ramah antara rombongan HKBP Tebet dengan Syaykh Al- Zaytun yang didampingi Umi Farida Al-Widad Panji Gumilang beserta para eksponen Al-Zaytun di Wisma Al-Islah, rombongan HKBP Tebet yang dipimpin Pendeta Paresman Hutahaean dan didampingi mantan guru Bahasa Ibrani di Al-Zaytun Pendeta Dr. SM. Siahaan, menyampaikan langsung apresiasi tersebut kepada Syaykh Panji Gumilang.

 

Dalam kesempatan memperkenalkan anggota rombongan sekaligus mengucapkan kesan dan terimakasih, Pendeta Very Siregar mengemukakan keyakinannya bahwa Syaykh Al-Zaytun adalah pemimpin yang telah dipilih Tuhan.

 Pendeta Very mengaku sangat terkesan dan mengagumi budaya toleransi dan perdamaian yang dibangun dan dikembangkan di Al-Zaytun. Sebab menurutnya, pada kenyataannya toleransi di Indonesia sebenarnya masih sangat sulit atau semu sekarang ini. Tapi di Al-Zaytun bisa konkrit terlaksana dengan baik. Antara lain terbukti dari keterbukaan Al-Zaytun menerima rombongan HKBP Tebet.

 Setelah berkeliling melihat berbagai fasilitas, sistem dan metode pengajaran terutama perihal manajemen di bawah kepemimpinan Syaykh Panji Gumilang, maka Pendeta Very menyampaikan kesannya, Syaykh adalah seorang pemimpin yang telah dipilih Tuhan.

 

“Ini kesan teologis. Karena Bapak pemimpin di sini, saya punya kesan bahwa Bapak adalah pemimpin yang dipilih Tuhan,” ujarnya. Pendeta Very menjelaskan, ada pemimpin yang dipilih Tuhan dan ada pemimpin yang dibiarkan Tuhan terpilih. Menurutnya, kalau pemimpin yang dipilih Tuhan, itu pasti berjalan dengan lancar dengan hikmat yang datang dari Tuhan. Tapi kalau pemimpin yang dibiarkan Tuhan terpilih, akan banyak masalah, karena dia hanya dibiarkan Tuhan terpilih. Tapi kalau pemimpin yang dipilih Tuhan, bagaimanapun hebatnya persoalan, dia bisa melaluinya, karena dia dipilih Tuhan. “Kami ucapkan selamat kepada Bapak, karena Bapak dipilih Tuhan. Itu penglihatan teologis kami,” lanjut Pendeta Very.

 

Mengenai toleransi, Pendeta Very menyebut toleransi di Indonesia masih sangat sulit, karena untuk mendapatkan izin pendirian gereja di negeri ini misalnya, masih begitu sulit. Bahkan lebih sulit dari mendapatkan izin mendirikan tempat hiburan dan panti pijat. Karena itu, dalam kesempatan itu, dia pun meminta agar hal itu bisa sebagai bahan masukan buat Syaykh.

Lebih lanjut, menurutnya, toleransi pada umumnya sulit untuk dilaksanakan karena tidak terjadi dialog. Tapi di Al-Zaytun, dialog itu tidak hanya didialogkan tetapi diimplementasikan dalam kehidupan keseharian antara lain dengan keterbukaannya menerima dengan penuh persaudaraan dan persahabatan orang yang berbeda agama.

 

Menambah kesan dan pesan yang diucapkan di hadapan Syaykh, Pendeta Very Siregar kepada Berita Indonesia juga mengatakan Al-Zaytun itu sangat luar biasa, amazing grace. Menurutnya, visi Al-Zaytun sebagai Pusat Pendidikan dan Pengembangan Budaya Toleransi dan Peradamaian, itu tidak hanya slogan lagi, tapi sudah betul-betul dibuktikan. Dia berharap, toleransi yang sudah dilihat dan dirasakannya selama di kampus Al-Zaytun itu kiranya terus berjalan di kemudian hari.

 

Pendeta Very berdiri memperkenalkan rombongan dari HKBP Tebet kepada Syaikh Al-Zaytun dan eksponen lainnya.

 

Ditanya dalam hal apa saja toleransi dan perdamaian itu paling terasa dibuktikan di Al-Zaytun. Menurut Very, yang pertama adalah ketika santri menyanyi dalam bahasa Ibrani. Kedua, ketika di masjid, baik melalui kalimat-kalimat indah yang dipajang di pintu masuk, maupun ketika pendeta diminta berdoa di tengah masjid.

 

Mengenai pendidikan di Al-Zaytun, Very juga mengaku salut, karena pendidikan yang sudah sesuai dengan kurikulum dari Depdiknas itu ditambah lagi dengan beberapa muatan lokal. Mereka juga terbuka pada bahasa Inggris, bahkan bahasa Ibrani. “Sebelumnya, saya pikir kalau pesantren itu khusus bahasa Arab. Ini terhadap bahasa lain juga terbuka. Artinya, mereka terbuka pada masukan dari luar. Itu yang saya pahami,” katanya.

 

Ke depan, dia berharap perdamaian di negeri ini semakin terwujud. Khusus jemaat HKBP Tebet dan Al-Zaytun, hubungan keduanya diharapkannya semakin erat. Sama seperti Pendeta Hutahaean, Very juga berjanji akan mengkhotbahkan pertemuan itu dalam kebaktian minggu, kebaktian keluarga, kebaktian daerah atau wyik setiap kategorial. “Harus kita tanamkan sikap toleransi, terbuka dan damai,” ujarnya.

 

Kampus Kemakmuran

Perihal pengelolaan pondok pesantren modern (kampus) Al-Zaytun, Pendeta Very mengaku melihat semuanya diolah sedemikian rupa sehingga memiliki nilai tambah. Sesuatu, yang menurutnya, justru tidak terdapat di banyak tempat di negara ini. “Pengelolaan seperti ini yang kurang dari bangsa kita,” katanya. Dia memberi contoh tentang pengelolaan air di Al-Zaytun. Dari sistem pengelolaan air tersebut, Pendeta Very mengaku, dalam pikirannya langsung timbul keyakinan bahwa di kampus ini ada kemakmuran.

 

Dalam kesempatan yang sama, Sukartini Sri Rahayu mengaku sungguh terkesan pada Syaykh, bahkan sebelum berkunjung ke Al-Zaytun. Sebab istri seorang Kombes kepolisian bermarga Marpaung, ini mengaku bahwa sebelumnya, persisnya pada Hari Natal 2009 lalu, dia mendapatkan kartu Natal dari Al-Zaytun dengan lengkap menyebutkan nama dan alamatnya.

 

Ketika itu, putri Jawa yang dinobatkan jadi Boru Matondang ini mengaku sempat merasa heran bercampur terharu dan bahagia setelah melihat ternyata kartu itu dari sebuah pesantren. Karena sebelumnya, saudaranya sekalipun, justru banyak yang tidak mau mengucapkan Selamat Natal kepadanya. Sejak dari situlah, ada keinginan di hatinya untuk datang berkunjung ke Al-Zaytun.

 

Maka, ketika bertemu dengan Pendeta DR. SM Siahaan, yang dia tahu mengajar Bahasa Ibrani di Al-Zaytun, dia pun mengemukakan niatannya untuk berkunjung ke Al-Zaytun. Ternyata niatnya direspon Pendeta Siahaan dan Pendeta Paresman Hutahaean, Pendeta Very Siregar serta penatua dan anggota jemaat HKBP Tebet lainnya baik yang menerima kartu ucapan Selamat Natal dari Al-Zaytun maupun tidak. Dari situ, dia pun yakin bahwa pertemuan kali ini merupakan jalan Illahi, seperti yang juga diyakini oleh Syaykh al-Zaytun.

 

“Jadi, saya sangat salut, dan saya percaya Tuhan memberkati Syaykh. Terutama kita terus berdoa, untuk persatuan Indonesia, dengan toleransi beragama dan perdamaian,” ujar Sri Rahayu. Dia pun mengutarakan Zabur 133 yang antara lain berbunyi bahwa, sungguh alangkah indahnya, bila kita bersama saudara hidup dengan rukun dan damai. “Di situ Tuhan akan memberkati bangsa Indonesia. Dan kami percaya, itu akan terjadi seperti Bhinneka Tunggal Ika yang mana dicita-citakan oleh pendahulu kita dan juga mungkin oleh Patih Gajahmada. Walaupun berbeda tetap satu. Percaya bahwa di dalam Tuhan itu tidak ada yang mustahil,” kata Sukartini Sri Rahayu.

 

Rombongan HKBP Tebet terkesan melihat dan mendapat penjelasan mengenai misi pendidikan di Kampus Al-Zaytun

 

Dipertemukan Illahi

Sebelumnya, dalam sepatah kata sambutan, Syaykh Panji Gumilang, menyebut kunjungan HKBP Tebet, Rabu, 3 Februari 2009, ini merupakan rencana Illahi yang awalnya dilatarbelakangi oleh keinginan Syaykh untuk belajar bahasa Ibrani. Lalu dalam perjalanan waktu kemudian menemukan Pendeta DR SM Siahaan sebagai pengajar. Seorang pendeta di HKBP yang sebelumnya tentu telah mengenal para anggota rombongan HKBP Tebet tersebut.

 

Berkaitan dengan itu, menjawab pertanyaan seorang ibu anggota rombongan yang menanyakan alasan Syaykh berminat memelajari Bahasa Ibrani, Syaykh yang menjawabnya dengan gaya bercerita mengatakan, bahwa dari kecil dirinya diajarkan oleh orangtuanya yang fanatik Bahasa Arab. Syaykh menuturkan, sejak masih kecil sudah diajarkan nyanyi dalam bahasa Arab. Sesungguhnya nyanyian itu adalah sebuah keyakinan. Namun, ketika artinya ditanya kepada ibunya, ibunya selalu mengatakan tidak usah dulu tahu artinya, sebab nanti kalau sudah sekolah pasti tahu.

 

“Ibu bukan guru, memaksa kami supaya hafal. Sudah hafal, ya sekolah. Di sekolah itu, ada empat kitab dari Tuhan. Yang pertama Zabur, yang kedua Taurat, yang ketiga Injil, dan keempat Quran. Harus diimani. Tambah lagi ada kitab-kitab. Ada lagi kutub-kutub, baik itu Musa maupun Ibrahim,” ujar Syaykh.

 

Mendapatkan perintah itu, Syaykh mengaku sempat berpikir keras. Sebab, kitab itu katanya harus diimani, tapi bahasa taurat tidak mengerti. Kemudian belakangan ini, walaupun sudah merasa terlambat, Syaykh pun mengambil keputusan harus mengetahui Bahasa Taurat dan Zabur yang tertulis dalam Bahasa Ibrani. “Coba kalau bahasa Ibraninya bersamaan dengan Arab dulu. Mungkin bisa lebih Elo kami. Itu namanya mungkin kan? Prakteknya kan belakangan baru sadar. Tapi daripada tidak sadar sama sekali, lebih baik sadar walaupun belakangan,” jelas Syaykh al-Zaytun.

 

Jadi intinya, mengapa Syaykh berminat belajar Bahasa Ibrani, karena Syaykh merasa tidak tepat harus mengimani sebuah kitab tapi tidak tahu isinya. Sementara untuk mengetahui isinya, sudah pasti harus tahu bahasanya.

 

Dalam proses rencana belajar bahasa Ibrani itu, Syaykh pun mencari ahli atau guru Bahasa Ibrani di Indonesia. ‘‘Kami cari di kalangan muslim yang pandai Ibrani, satu pun di Indonesia tidak ada. Dulu saya punya kakek, seorang Kyai, bisa bahasa Ibrani. Saya telusuri, sampai dimana bisa bahasa Ibraninya. Ah, katanya saja. Belum pernah saya mendengar, katanya. Ya sudah, berarti nggak ada,’’ kata Syaykh. Sampai akhirnya, atas perkenan Illahi, ‘menemukan’ Pendeta DR. SM Siahaan, mantan Sekjen HKBP dan mantan Rektor STT HKBP, pengajar Bahasa Ibrani.

 

Sementara itu, menyambut kedatangan rombongan HKBP itu serta membalas kesan, pesan dan ucapan terimakasih mereka, Syaykh dalam sambutannya mengatakan, alhamdulillah, puji Tuhan, bahwa hari Rabu tanggal 3 Februari 2010 Al-Zaytun mencatat satu kejadian yang khusus dengan datangnya jemaat HKBP Tebet. “Tentunya, kami menyampaikan syukur kepada Allah. Dan terimakasih untuk bapak dan ibu atas kunjungan ini,” katanya.

 

Syaykh mengatakan, dia dan semua civitas akademi Al-Zaytun yakin, bahwa pertemuan atau kunjungan rombongan HKBP itu ke Al-Zaytun merupakan keinginan yang digerakkan oleh Tuhan. “Tidak akan terjadi menurut iman kami, sesuatu keinginan baik, kalau tidak digerakkan oleh Tuhan. Karena kita semua memiliki keimanan yang semuanya kita serahkan pada Tuhan. Maka kebaikan ini disetir dan dibimbing oleh Tuhan. Dan kami yakin dan kita yakin, kebaikan yang dibimbing Tuhan itu positif juga adanya,” ujarnya.

 

Pdt. DR SM Siahaan (depan) bersama rombongan HKBP Tebet melihat pabrik pengolahan baja untuk keperluan internal Al-Zaytun

 

Selanjutnya, Syaykh sekilas memperkenalkan Al-Zaytun. Dijelaskan, Al-Zaytun mulai berdiri tahun 1999 dengan satu keinginan menciptakan sebuah sikap toleransi dan menjunjung tinggi perdamaian. Awalnya dalam mendidik. Kemudian, sikap itu dilanjutkan dalam kehidupan. “Sesulit apapun sesuatu, harus dimulai. Lingkungan yang besar seluas apapun, kita tidak usah khawatir,” kata Syaykh. “Kita mulai dari lingkungan yang paling kecil. Sehingga imbas dari yang paling kecil ini, sudah pasti akan sampai menyusup kepada lingkungan yang lebih besar dari ini,” lanjut Syaykh.

 

Untuk menciptakan itu, Syaykh mengatakan, dimulai dengan begitu berdiri, Al-Zaytun selalu saling terbuka dengan seluruh umat beriman. Bahkan, menurutnya, andai umat yang tidak punya iman-pun, Al-Zaytun ingin dekat supaya mau beriman. Jadi walhasil, Al-Zaytun ingin dekat dengan seluruh umat manusia agar dapat mengimani ajaran Ilahi. Apapun bentuk agamanya. Itulah menurut Syaykh yang pertama kali dilangkahkan Al-Zaytun sejak berdirinya.

 

Sedangkan mengenai surat-surat ucapan selamat, Syaykh mengatakan sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 1999 akhir. Kalaupun baru belakangan ini datang kepada HKBP Tebet setelah 10 tahun berdiri, menurut Syaykh, mungkin itu karena alamat baru sampai. “Kami selalu mencari mana yang bisa diberikan. Akhirnya, tercapailah alamat itu dan akhirnya sampailah kepada ibu dan bapak,” kata Syaykh.

 

Tapi, menurut Syaykh, tidak usah dicari penyebabnya, yang penting sudah bisa berjumpa. Itu semua penyebabnya diatur oleh Allah. “Kita kadang-kadang merancang juga tidak bisa. Nah, ini sudah diatur semua oleh Tuhan. Terimakasih pada Tuhan. Dan terimakasih pada bapak/ibu dan semua,” ujar Syaykh.

 

Syaykh mengatakan, kunjungan HKBP Tebet ini bagi Al-Zaytun punya makna yang besar. Kalau para pendeta tadi merasa ada gundah gulana terhadap persatuan ke-Indonesia-an ini, menurut Syaykh, sesungguhnya itu tidak dirasakan oleh sepihak saja. Banyak yang merasakan itu. Dan karena tumbuh rasa seperti itulah, kata Syaykh, maka Al-Zaytun ingin bersama-sama dengan yang lain untuk menciptakan, membuang gundah-gulana itu. “Maka perdamaianlah yang Al-Zaytun utamakan, karena perdamaian itu akan membuang gundah-gulana,” kata Syaykh al-Zaytun.

 

“Kalau kita hanya berfokus kepada sikap negara, maupun pemerintah, ini semakin membuat kita tidak bisa berdialog. Maka sebagai bangsa yang punya hidup yang sama dalam undang-undang, baik UUD dan aturan lainnya, mari kita terobos kesulitan-kesulitan itu dengan dialog seperti ini. Memang ini kecil, jumlahnya tidak banyak. Tapi kalau terus kita ciptakan, ini seperti kata pepatah Jawa, kriwikan dadi grojogan. Jadi sikap kita yang kecil-kecil ini, mula-mula kriwikan, artinya tetesan air. Yang kemudian karena sumbernya banyak, jadi menggrujuk. Kami yakin, tentunya banyak yang menginginkan itu. Kami ingin mula-mula menetes. Menetes dulu, karena banyak, nanti akan jebol dan jadi grojogan,” jelas Syaykh.

 

Zaenal Arifin menjelaskan berbagai program pendidikan di Al-Zaytun kepada rombongan HKBP Tebet

 

Syaykh mengatakan, adanya kekerasan dan sebagainya memang tidak bisa dihiraukan. “Tapi, itu proses menuju sesuatu yang indah. Maka, Al-Zaytun menyikapi itu dengan ajaran Ilahi. Mari kita tampil mengatasi semua kekerasan dan sebagainya itu dengan cara yang terbaik. Kita berbuat kebaikan yang lebih baik dari yang sudah. Terus seperti itu,” ajak Syaykh.

 

Dalam kesempatan itu, Syaykh juga mengatakan keinginannya membalas kunjungan HKBP itu dengan datang berkunjung ke HKBP Tebet. Keinginan itu pun langsung disambut senang oleh rombongan HKBP. “Permainan bola itu kalau sendiri saja, itu namanya tidak bermain. Jadi bermain bola ada yang menendang, ada yang jaga dan sebagainya,” kata Syaykh menganalogikan. “Itu namanya, saling berbalas. Artinya tepuk itu tidak sebelah tangan,” lanjut Syaykh.

 

Kemudian, setelah Syaykh memperkenalkan para eksponen yang bisa hadir pada saat itu yakni, Umi Farida al Widad, ustad Abdul Halim, Nazruddin Latief, Iskandar Syafullah, Mbah Furqon, Ruslan Noerdin Abbusabbit, Natsir Abdul Qoidir Suwaidi, Abdullah Al Hayi, Hilman Badar, Zaenal Arifin, dan Denny yang mengurusi bagian luar bandar, serta Ch. Robin Simanullang yang disebutkan juga merupakan keluarga besar Al-Zaytun yang bertugas di bagian media massa, memegang Majalah Berita Indonesia, Syaykh kemudian mengatakan, Al-Zaytun biarlah satu. Tapi misi Al-Zaytun, biarlah merata dimana-mana. Jadi visi dan misinya saja yang disebarkan.

 

“Jadi, bisa berdampingan Al-Zaytun dengan HKBP, tapi tanpa mendirikan bangunan. Itu yang bisa kami kehendaki, jadi bisa ketemu dengan Pak Hutahaean, Pak Siregar, ketemu Pak Hutabarat dan lain sebagainya tanpa ada fisik Al-Zaytun di sana. Tapi visi dan misi Al-Zaytun terus merayap-rayap dimana-mana. Sehingga kita semua menjadi makhluk Tuhan, hamba Tuhan, mengabdi untuk Tuhan, dan untuk kepentingan Tuhan. Selamat kita di dunia dan jaya pula kita di akhirat,” kata Syaykh mengakhiri sambutannya.

 

Al-Zaytun, Kebenaran dengan Kasih

Si Rahayu boru Matondang menambahkan apa yang diucapkannya di hadapan Syaykh itu kepada Berita Indonesia. Dia mengatakan, sangat kagum dengan Al-Zaytun. Seperti yang disebutkan Syaykh, penatua HKBP Tebet ini juga mengulangi ucapannya mengenai keyakinannya bahwa perjumpaan ini adalah dipertemukan Illahi. ‘‘Ya, saya percaya bahwa ini tidak kebetulan, karena di dalam kehidupan orang percaya tidak ada yang kebetulan, tapi Tuhan yang menghendakinya,” kata Sri Rahayu. Paling tidak, katanya, kita mempunyai satu beban untuk mereka, mendoakan supaya niat suci mereka untuk toleransi dan perdamaian Indonesia itu terwujud. “Saya pribadi komitmen akan mendoakan terus di dalam doa syafaat keluarga,” katanya.

 

Seluruh civitas akademi Al-Zaytun menyambut rombongan HKBP Tebet dengan terbuka dan bersahabat

 

Menurut keyakinannya, pada saatnya nanti, keturunan Ismail dan Ishak juga akan bersatu. Karena keduanya memang satu akar dari Abraham. Tentang harapannya pada perdamaian manusia di kemudian hari, dia mengatakan, harapannya adalah sama dengan keinginan Al-Zaytun yakni toleransi dan perdamaian itu dapat terwujud. “Kebetulan sebelum saya berangkat ke sini, saya membaca buku tentang keturunan Ismail, yaitu suku Kedar. Itu dinubuatkan bahwa mereka juga akan percaya,” katanya.

 

Sementara itu, Ibu St. Kastina Simarmata boru Damanik berpendapat, ke-Islam-an Al-Zaytun lebih nasionalis dari yang lain. Membandingkan langsung dengan yang dirasakan sendiri, Al-Zaytun menurutnya lain dengan yang lain. Jika umat Islam yang lain merasa diri mereka berbeda sekali dengan Kristen, tapi di Al-Zaytun perasaannya dekat sekali. Buktinya menurutnya, ketika pendeta Very Siregar mengatakan Kristen yang minoritas, sedangkan Islam yang mayoritas, Syaykh langsung mengatakan jangan dikatakan begitu. “Dari situ, kita bisa tarik bahwa Syaykh itu menganggap tidak ada perbedaan, dan toleransinya tetap tinggi terhadap kita. Dan dia merasa antara dia dan kita tidak ada perbedaan,” ujar Kastina.

 

“Dia kirim kartu Natal kepada Kristen. Kalau Muslim yang biasa saya lihat, salaman saja tidak mau. Itu membuktikan bahwa Tuhan itu memang adalah Tuhan bersama. Makanya simbol-simbol mereka tadi dibikin di situ adalah untuk semua. Nah, di situ saya kagum sama Syaykh al-Zaytun. Dan saya rasa, memang betul bahwa beliau dipilih oleh Tuhan. Dipilih oleh Tuhan menunjukkan bahwa di Indonesia ini walaupun banyak yang berbeda-beda, tapi masih ada manusia yang merasakan bahwa iman itu adalah satu di hadapan Tuhan untuk semua orang. Cuma orangnya saja atau oknumnya saja yang membikin dia berbeda satu sama lain, tapi pada hakekatnya, Tuhan di atas semuanya,” tegasnya.

 

Ditanya bagaimana menurutnya cara umat Kristen untuk mendukung misi toleransi dan perdamaian yang diusung Al-Zaytun, sekaligus menjaga hubungan dengan mereka, Ibu Kastina berpendapat, umat Kristen perlu mendoakan supaya Tuhan lewat RohNya bekerja di Al-Zaytun supaya mereka tetap mengikat persatuan dengan umat Kristen dan sesama manusia. Juga agar Al-Zaytun tidak melenceng dari iman yang dikehendaki Tuhan, supaya mereka tetap mengembangkan budaya toleransi dan perdamaian bersama umat beragama lainnya. Kemudian, HKBP bisa bikin beritanya di buletin internalnya Imanuel. Dan untuk yang sudah datang ke Al-Zaytun, menurutnya juga perlu menceritakan apa yang dirasakan di Al-Zaytun ini kepada teman-temannya di kalangan jemaat maupun di keluarga.

 

Sementara untuk menjaga hubungan antara HKBP Tebet dan Al-Zaytun, Kastina menyarankan agar keduanya terus menjaga silaturahmi dengan saling memberi ucapan selamat seperti yang sudah dimulai Al-Zaytun.

 

Rombongan HKBP Tebet bertambah kagum melihat peralatan-peralatan modern seperti mesin cuci di Al-Zaytun

 

Mengenai pendidikan yang diterapkan di Al-Zaytun, Kastina juga memberi apresiasi yang cukup tinggi. “Luar biasa, semuanya lengkap. Betul-betul bagus. Sampai drainase itu tadi ada, peternakan, pertanian. Di kita Kristen juga tidak ada yang seperti ini. Sekolah pemerintah juga tidak ada yang seperti ini. Yang saya tahu, untuk perguruan tinggi di Indonesia, hanya ini (Al-Zaytun) satu-satunya yang betul-betul bisa dibawa ke luar negeri untuk membawa nama harum bangsa Indonesia,’’ ujarnya.

 

Sementara itu, anggota rombongan lainnya, Ny. Nely Hutasoit boru Siregar, mengaku sangat tertarik pada semua yang dilihatnya di Al-Zaytun. Sampai kedisiplinan di jalan dan sebagainya. Menurutnya, itulah yang benar, yang dari kecil diajari disiplin, diajari kebenaran. Karena itu dia sangat setuju kepada Syaykh yang selalu mengatakan kebenaran dan kebenaran. “Kalau kita berani mengatakan kebenaran, kita pasti bisa menjalankan hidup ini,” ujarnya berfilsafat. Ny. Nely Hutasoit boru Siregar menyimpulkan bahwa di Al-Zaytun, kebenaran itu dijalankan dengan kasih.

 

Selain itu, Ny. Nely juga menyoroti ketokohan Syaykh sebagai pemimpin Al-Zaytun. Menurutnya, Syaykh Al-Zaytun sangat sederhana, padahal biasanya kalau seorang Syaykh itu, kalau datang harus disambut, dan sebagainya. Menurutnya, Syaykh al-Zaytun itu seorang pemimpin yang patut diteladani. Seorang Syaykh yang bersahaja dan sangat menghargai perempuan.

 

Nely boru Siregar mengaku salut dengan kesederhanaan Syaykh yang hanya beristri satu. “Jadi memang masih ada Syaykh yang menghargai wanita,” katanya. Dari itu semua, dia sepakat dengan yang dikatakan Pendeta Very Siregar, bahwa Syaykh al-Zaytun itu adalah pemimpin yang dipilih Tuhan. Berarti anugerah.

 

Tentang pengelolaan Al-Zaytun, Nely menyatakan rasa kagum. “Saya tanya, ini kok bisa mewah begini? Saya tanya juga sampai yang kecil-kecil. Potongan-potongan kayu juga semua mereka daur ulang. Dari mereka untuk mereka. Jadi di situlah kehebatan pemimpinnya. Di situlah kehebatan Syaykh-nya. Dia pemimpin dan jadi contoh,” kata Nely.

 

Sama dengan apresiasi tersebut di atas, St O Hutabarat, Pita Uli Hutabarat boru Tobing dan Dahlia Silitonga boru Tobing juga mengatakan kekaguman mereka dengan toleransi dan sistem pendidikan yang dilakukan Al-Zaytun serta kepemimpinan Syaykh al-Zaytun.

(Berita Indonesia)


Tanggapan

  1. saya salut pada anda


Tinggalkan komentar

Kategori